Monday, August 31, 2009

Sakit Lagi, Sakit Lagi

Juli-Agustus, udah tiga kali Koosha sakit. Tiap sakit sampe 10 harian, ihiks. Demam, panas, batuk, pilek, sariawan. Komplit.

Cuaca Bandung memang lagi serem sih. Angin kenceng tapi kering. Udara dingin tapi terik. Belum isu virus swine flu, aih mengerikan. Aneh, katanya anak ASI lebih tahan banting. Ternyata ngga juga ya. Atau karena baru bisa jalan, jadi usia segini memang lebih sering sakit? Makan kurang, gerak berlebih.

Dan tiap sakit, orang-orang selalu bilang pasti mau tambah pinter, mau tumbuh gigi, atau mau bisa ngomong, ternyata ngga juga tuh. Memang beneran ada hubungannya, sakit dengan menambah kebisaan?

Sunday, July 12, 2009

Berkorban Itu Tidak Mudah


Tapi demi anak saya rela berkorban.

Saya rela berkorban meninggalkan Dewi Persik, Ahmad Dhani, Manohara, Olga Saputra, dan semua Drama Queens (and Kings) of Indonesia. I'm living a life without (day) television now. Yes, it means i no longer following infotainment*. This is a sacrifice, pals. A big one.

Koosha terlalu tersedot oleh iklan. Ngga pernah bisa fokus. Dipanggil ngga nengok, diajak main kurang tanggap, diajak ngomong cuma bengong. Alhamdulillah setelah dua bulan dia mulai lupa sama tivi. Mulai mudah diajak komunikasi. Paham apa yang saya maksud dan melakukan apa yang saya maksud. Dan hasilnya sejauh ini:

"Mam"

Untuk makan.

"Mum"

Untuk minum.


BANZAI!

---

*) But I decided to follow them through other sources like internet, though.

koosha and infotainment, once upon a time

Friday, July 10, 2009

Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya

...
Kecuali masih mentah terus di bawahnya ada batu, terus mental ke arah orang bawa raket, terus di pukul sekuat tenaga, jadi jauh deh...

What's up everybody? Hayoh, tebak kenapa saya posting lagi setelah hiatus panjang? Yang tau jawabannya dapet hadiah buah mentah tadi mwehehe.

Enihow, i got a great news. Eng, ing, eng...Koosha BISA JALAN!

Diumur 15 bulan akhirnya Koosha bisa jalan juga. Sempet khawatir karena dia ngga mau belajar; ngga mau ditatah, ngga mau sambil pegang sapu, sambil dorong kursi sampe dibikinin puteran dari bambu, semua ngga mau. Sampai suatu hari, ujug2 dia berdiri dan mulai melangkah! Hohoho.

After feeling overwhelmed, saya merenung sejenak (aih, lebay). Tampaknya Koosha dapat kutukan sifat keras kepala dari orangtuanya. Ayah ibunya kan tipe ngga mau diatur, ngga mau diajarin. Maunya bisa sendiri. Udah mentok baru sadar, udah babak belur baru cenghar hehehe.

Kasihan kau nak, jatuh dari pohon tinggi tapi keropos. Sok atuh mending jatuh, terus tumbuh sendiri, terus bikin bibit yang bagus, oke?

Thursday, February 19, 2009

Yang Kedua Kali

Ya, saya menghapus postingan untuk yang kedua kali. Tapi yang ini dengan alasan berbeda dan hati yang berbeda tentu hehe.

'Syerem' baca komen dari Mbak Ade, langsung bikin saya deg-deg ser dan berucap astaghfirullah dan naudzubillah min dzalik.

Duh, ngga lagi-lagi deh mainin Koosha pake pernak-pernik perempuan. Makasih banyak, ya, Mbak :)

Tuesday, February 17, 2009

Obsessive Compulsive Disorder

Dua minggu yang lalu liat Oprah tentang camp terapi untuk penderita Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Trenyuh lihatnya. Dan merasa bersalah juga karena Saya sama Ayahnya Koosha suka banget liat Detektif MONK. Menertawakan penyakitnya yang ngga bisa melakukan kontak dengan kuman, ngga bisa ngga menyentuh sesuatu yang berbentuk pole, ngga bisa hidup berantakan, atau ngga bisa melihat sesuatu berubah dari tempatnya, sekecil apa pun.

Peserta camp itu hidupnya jadi berantakan akibat OCD. Ada yang kehilangan segalanya termasuk anak, isteri, juga pekerjaan dengan gaji enam digit --dalam dolar tentu saja. Yang menarik bagi saya, katanya kita semua punya kecenderungan obsesif --meskipun tidak kompulsif--, in so many range.

Dipikir-pikir sepertinya saya punya obsesi juga nih. Masuk kategori juga ngga, ya?

Tahu kan, ini apa?




Yup, jemuran buat baju Koosha. Saya ngga bisa menjemur di satu sisi semua, baru sisi lain. Jemuran itu harus seimbang, ngga boleh timpang. Jadi, misalnya, satu baju saya taruh di cabang utara, menjemur selanjutnya harus di cabang selatan. Trus satu di timur, next di barat. Pokoknya gimana caranya weh jemuran itu jadi seimbang. Hehe.

Kemudian soal cuci piring. Ini saya sadari sejak sebelum menikah. Saya harus memilah dulu piring besar satu tumpukan, piring kecil terpisah, sendok, mangkok, panci, demikian seterusnya, baru dicuci. Ini dilakukan supaya nanti saya bisa menyusunnya dengan rapih di tempat penirisan (itu loh yang biasanya diletakkan di samping bak cuci piring sebelum masuk rak --in case you don't understand).

Makanya sebelum cucian piring dipilah-pilah saya bisa stres duluan liatnya, apalagi kalau habis kedatangan banyak tamu. Whoah. Tapi sekali dipilah, saya bisa mengerjakannya dengan tenang dan riang.

Hehe, what yours?

Monday, February 16, 2009

Hapus Aja, Susah-susah Amat

Maaf teman-teman, sepertinya postingan saya sebelumnya tidak membawa manfaat (buat diri saya lho).

Duh, jadi kangen sama Sari. Kangen juga sama Uum, my lovely cousin (she just sent me SMS, by the way).

They always see my writing in the bigger context, beyond words. And the most important is, the advantage of it (if there's any).

They never feel attacked or hurt by my writing. Because they know me. They see me as who I am. Sometimes I use a joke not because the object of the joke is bad but simply that's me. That's the way I show my love to them. And my joke is (sometimes) a cover for something beyond.

So, if my writing's accepted as an attack to someone, i deeply sorry. I didn't mean to.

Friday, February 13, 2009

Akibat Durhaka ke Suami

Tiap Lumba-lumba sariawan --yang kalau sariawan ngga pernah satu-satu tapi langsung banyak-- bukannya kasihan lantas menyediakan banyak asupan vitamin C, saya malah ngedumel, tambah bawel, plus nyinyir.

udah dibilang jangan kebanyakan makan gorengan
udah dibilang jangan kebanyakan manis-manis
udah dibilang jangan minum teh mulu, minum air putih dong
dan udah dibilang udah dibilang lainnya.


Ajaib. Ngga lama kemudian saya pasti langsung sariawan juga.

Huhu, perih euy...

Saturday, February 7, 2009

Balada Anak Berayahkan Lumba-lumba (Part.2)

Sang Ibu alias Si Ucing tengah khusyu membaca Pikiran Rakyat. Bukan beritanya yang bikin khusyu, tapi jelalatan liat iklan yang mengandung kata DISKON, SALE, GRATIS, dan semacamnya. Tiba-tiba,

Ayah alias Lumba-lumba: Bu, Bu, ada kura-kura.
Ibu: (tidak menurunkan koran) Emmm...
Ayah: Bu, bu, liat bu, ada kura-kura.
Ibu: (masih khusyu) Emmh, He eeeeh...
Ayah: Buuuuu, ada kura-kura...tuh liat!
Ibu: (Menurunkan koran dengan kesal) Man..YA AMPUN!!!






koosha, si anak malang. Sedang asik main bajunya dimasukin bola.




Wednesday, February 4, 2009

Secret Admirer

Ibu punya pengagum rahasia euy. Hampir tiap malam ada aja yang miskol. Ngga tiap malam ding, tapi tiap dini hari. Beda-beda lagi nomernya. Terus pagi-paginya udah ada sms yang isinya puisi, tsaaaah...gaya bener.

Feeling ibu sih dia kena tulah. Gara-gara postingan ini nih, yang bilang paling males ngangkat telepon kalau ngga dikenal. Ngga heran sih, soalnya miskol2 itu datengnya tepat setelah postingan itu tea.

Kurang kerjaan banget ya, orang itu. Sayang-sayang pulsa, padahal udah di-sms salah sambung. Cik atuh, kalau berani ngomong langsung. Betul, bu?

Sunday, February 1, 2009

Hatur Nuhun Ucing Hideung


Tengkyu pisan lah, cing. Meskipun dekil, awut-awutan, mata biru dan hidung pink yang ngga ada cakep-cakepnya, belum lagi buatan cina yang keamanannya diragukan, tapi saya tetap berterima kasih kepadamu sebab kamu telah membuat dia seperti ini,




bisa ngarondang!


Dengan langkah kakimu yang pendek dan pantat yang egal-egol kaya ondel-ondel, kamu membuat anak saya tercinta bisa merangkak mengejar-ngejarmu. Amboi, canggih nian.

Kadang-kadang dia suka lupa, sih. Baru beberapa langkah ngarondang udah ngasrod lagi. Ngga apa-apa, nanti juga biasa. Betul?

Makasih lagi, ya. Sok atuh, kamu minta balasan apa dari saya. Kalau mau jadi caleg bilang-bilang ya, saya sudah siapkan slogan keren buat kamu: KATA SIAPA KUCING HITAM BAWA SIAL?

Oke, deh, sampai jumpa lagi. Cup, cup, muah, muah.


Thursday, January 29, 2009

Percakapan Bodoh

Dengan malu saya mengakui bahwasanya kemerdekaan itu hak segala bangsa, eh, maksudnya, saya mengakui bahwa saya bukan jenis ibu yang sabar dan telaten. Ketidaksabaran inilah yang membuat saya sering perang sama Koosha, terutama saat habis mandi dan mau bersihin pup-nya. Hadoooh, teu daek cicing pisan alias ngga bisa diem!

Dalam perang itu saya sering melakukan percakapan-percakapan bodoh dengannya seperti,

Saya: (melotot) Koosha, diem! NGERTI NGGA SIH, nanti kotor kemana-mana nih bekasnya.
Koosha: Hellooooooooooow, i'm only a baby, mom! How can i understand? Daaaa?! Are you stupid or what?!

Atau,

Saya: (kaget) Ya ampun, minum minyak telon lagi, de? Kemaren sampe muntah-muntah kok sekarang diminum lagi? NGGA KAPOK?
Koosha: (menatap sinis) Ya, ilah, bu, Ibu juga ngga kapok-kapok bikin dosa.

Huhuhu, gemeeeeeeeeesh rasanya.

Tapi, biasanya sesudah perang saya merasa bersalah. Apalagi kalau tiba-tiba dia menatap saya dan tertawa manja minta dipeluk. Duh...hilang semua kesal di hati ini. Amazing.




Si jahil dari gua hantu yang hari ini berusia 10 bulan






Sunday, January 25, 2009

Tanda-tanda Kegalingan


Oke, sepertinya belum cukup wajah cetakan Abah mertua, kulit dan bibir cetakan Ayahnya, sekarang rambut pun menunjukkan dominasi gen keluarga bandung: GALING alias keriting. Kali ini sumbangan dari Mamah mertua.

Well, mudah-mudahan cuma ikal ngga sampe keriting banget, ya. No offense buat yang punya rambut keriting. Tapi, kan jadi aneh kalau ayah ibunya punya rambut lurus kaya sapu ijuk anaknya rambutnya galing, nanti disangka anak tetangga lagi.

Friday, January 23, 2009

Enviromental Awareness


Koosha makan apa, sih?

Nasi?
Bukan.

Biskuit?
Bukan.

Apel?
Bukan.

Kerupuk?
Bukan.

Batu?
Errr, itu kadang-kadang, tapi bukan.

Apa dong?
Kertas.

Yup, Koosha lagi hobi makan kertas. Dikasih pilihan antara kertas dan batu malah milih kertas. Batu kan tidak membuat pohon habis ditebang (ya, iya, lah, memangnya batu terbuat dari pohon). Sepertinya anak saya harus segera diajarkan cinta lingkungan, daripada hobi makan kertasnya bikin Jakarta ngga bebas-bebas dari banjir.


Tuesday, January 20, 2009

Kisah Si Upik Abu

Seingat saya, sejak kecil ibu saya ngga pernah ngga punya pembantu, atau sekarang disebut Asisten Rumah Tangga (ART). Ada satu masa di mana satu keluarga turun temurun jadi ART di rumah ibu saya. Mulai dari Ibunya sampai anak bungsunya. Kami sampai kini menganggap mereka saudara sendiri. 


Setelah generasi keluarga itu, entah sudah berapa kali Ibu saya gonta ganti asisten, sampai kira-kira 8 tahun lalu akhirnya menemukan asisten yang cocok.

Manjakah kami? Sedikit banyak, hehe.

Untunglah, tradisi keluarga mengharuskan anak-anak selepas SD masuk pesantren. Mau ngga mau kami belajar nyuci, nyetrika, masak, dan mengatur keuangan sendiri. Walaupun ketika kembali ke rumah, kami serahkan kembali urusan rumah tangga kepada asisten. Bisa sih bisa, tapi males gitu. 

Jadi, kalau saya selalu dibilang males sama orang-orang, ya, gimana dong, didikannya begitu, haha. Pembenaran itu memang manis rasanya, ya.

Saat menikah setahun saya tinggal di mertua yang ngga punya asisten. Mau ngga mau nyuci dan nyetrika lagi deh. Ngga tiap hari. Kadang dua hari sekali, kadang tiga hari, lebih sering lagi masuk laundry. Masak mah ngga pernah, ngga boleh sama nenek. 

Pindah dari mertua, saya hamil. Periode awal kehamilan yang mengkhawatirkan mengharuskan suami mencarikan saya asisten. Praktis, kerjaan saya cuma online, tidur, jalan-jalan, dan muntah-muntah. 

Seterusnya saya selalu punya asisten (tiga kali ganti karena pindah rumah). Apalagi sempat baru pertama kali punya bayi dan sempat kena baby blues. Sampai dua bulan lalu saya nekad memecat sang asisten. Habis gimana lagi, daripada ngebatin sama kerjaannya yang ngga bersih, sikapnya yang sering bikin saya jengkel, dan mulutnya yang ngga terkontrol. 

Alhamdulillah, sekarang saya bisa mengatur rumah tangga sendiri. Mungkin inilah kekuatan tekad. Biasanya kalau asisten ngga masuk saya uring-uringan, merasa kerjaan ngga beres-beres. Sekarang saya santai saja menyelesaikan semuanya. Kuncinya cuma satu, step by step. Nyantai aja, ngga usah dibawa rusuh. Plus kerjanya sesuai dengan waktu tidur Koosha.

Alhamdulillah lagi, nyuci bisa tiap hari, beberes tiap hari, masak nyaris tiap hari (kecuali gas habis dan tukang sayur ngga lewat). Nyetrika? Ini yang belum saya bisa tiap hari. Jadi ditumpuk aja sampai wiken. Sabtu Minggu dirapel deh. Kalau butuh baju mau dipake, langsung setrika saat itu juga. 

Apa yang membuat saya berubah? Entahlah. Mungkin ada rasa tanggung jawab kali, ya. Kalau ngga nyuci, gimana kalau Koosha dan ayahnya kehabisan baju. Kalau ngga masak, mereka ngga makan dong. Kalau ngga beberes, nanti rumah banyak kuman, kan kasihan Koosha. Dan lain sebagainya.

Another alhamdulillah, meski banyak kerjaan saya masih bisa menyenangkan diri sendiri. Masih bisa online, masih bisa jalan-jalan, masih bisa motret, dan terutama masih bisa main sama Koosha. 

Allahumma Shalli 'ala Muhammad wa alih. Harus baca sholawat nih, biar ngga ketulah. Takut sekarang posting bilang rajin, besok mendadak males. 

Panjang, ya, kisahnya. Tamat ah.


Monday, January 19, 2009

Makasih, Bu, Jadi Geer, Nih

Kemarin Minggu, saya diajak lumba-lumba nengokin isteri Bosnya yang baru aja ngelahirin. Anaknya perempuan. Lucu, mirip banget ke ibunya (so far sih). Sayang, si Bos ngga ada jadi yang nerima sang isteri dan ibu mertuanya. Ibu mertuanya baik loh. Ramah dan bisa melihat kenyataan serta mampu berkata jujur, seperti ini:


Ibu mertuanya: Euleuh, euleuh..meuni gendut pisan ieu budak (nowel koosha)
Saya: Iya, bu, alhamdulillah, sekarang lagi doyan makan.
Ibu mertuanya: Berapa kilo, neng?
Saya: Sok lah bu, 10 ribu tiga kilo (loh?) errr..maksud saya 10kilo, bu. ..
Ibu mertuanya: Euleuh, euleuh, anaknya meuni montok ibunya mah kecil...

KECIL? saya dibilang KECIL? Yihaaaaaaaaaaaa! Aduh, bu, cup, cup mmuah, mmuach deh buat ibu. 

Alhamdulillah, setelah memecat pembantu dua bulan lalu, berat jadi turun lima kilo. Dan sekarang tinggal sekilo dari sebelum hamil. Gosh, it was a long journey. Naik sampe 22 kilo, butuh 9 bulan untuk menurunkannya. Tapi teuteup teu bisa make baju yang dulu, bentuk badannya jadi beda sih *sigh*



 

Sunday, January 18, 2009

Perkenalkan, Nama Saya Kerupuk




Hai, nama saya kerupuk. Sekarang saya makanan favorit Koosha. Kalau Koosha makan ngga ada saya, suka ngga habis makannya. Tapi kalau ada saya, dijamin lahap deh.  Sayangnya, Ibunya Koosha teledor, malas, dan terlalu cuek. Harusnya kan saya digoreng sendiri, ini malah beli terus. Dasar emak edun!


gambar diambil dari sini.

Saturday, January 17, 2009

Son, How We Love Ayah, Eh?



Ayah: (menyodorkan bingkisan) Bu, masa kita ngasih ini sih? 
Ibu:  (mengernyit) Emangnya kenapa? 
Ayah: Anaknya perempuan bukan laki-laki *ya iyalah, masa hermafrodit*
Ibu: (makin ngga ngerti)  Lalu?
Ayah: Inikan tulisannya GENTLE.
Ibu: Heh? Ayah, itu gentle yang artinya LEMBUT, bukan kepanjangan dari GENTLEMAN!
Ayah: (garuk-garuk kepala) Ooh..kirain...
Ibu: Bwahahahahahahaha...



Monday, January 12, 2009

Bisa Duduk, Yippie!


Waktu nenek dateng lihat Koosha ngangsrod dengan kemiringan 45 derajat (heh?) dia bilang Koosha akan cepet duduk. And she's rite. Seminggu kemudian Koosha bisa duduk, wooohooo...

Sudah lama Koosha bisa mundur-mundur, mungkin waktu umurnya 6 bulan. Sebelum dia bisa ngasrod. Barusan dia mundur-mundur setengah miring. Kakinya sebelah dia angkat dan walah, dia duduk! Keyeeeeen...Anak ibu pinter. Mmuah, mmuah, mmmuaaach.


Blogger templates made by AllBlogTools.com

Back to TOP